Nasir Djamil Anggota Komisi III DPR RI Desak Pencabutan Kebijakan Gubernur Sumut yang Dinilai Kontra-Harmoni
JAKARTA.ZTV— Anggota Komisi III DPR RI, Dr. M. Nasir Djamil, M.Si., meminta Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, untuk segera mencabut kebijakan pembatasan kendaraan luar daerah yang melintas di wilayah Sumut. Ia menilai kebijakan tersebut berpotensi menimbulkan gesekan antardaerah dan bertentangan dengan semangat kebangsaan. (28/09/25)
Dalam pernyataannya, Nasir Djamil menegaskan bahwa kebijakan tersebut berpotensi menimbulkan konflik horizontal antarwarga serta dinilai bertentangan dengan prinsip dasar negara kesatuan Republik Indonesia.
“Cabut kebijakan itu segera. Itu adalah produk yang mengingkari keharmonisan antardaerah,” tegas Nasir.
Ia juga mempertanyakan dasar kebijakan tersebut, khususnya menyangkut legalitas dan fungsi Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) sebagai dokumen nasional yang sah.
“Tanya sama Bobby, STNK bermotor itu produk nasional atau daerah? STNK adalah produk nasional yang didelegasikan ke instansi di daerah. Karena itu, STNK berlaku di seluruh wilayah Indonesia,” ujarnya.
Nasir menilai kebijakan Gubernur Sumut merupakan tindakan kontra terhadap harmoni nasional, apalagi mengingat posisi kepala daerah seharusnya menjaga kesatuan dan persatuan bangsa.
Lebih lanjut, ia meminta Gubernur Bobby untuk bersikap lebih dewasa dalam melihat realitas pembangunan, terutama dalam konteks penggunaan infrastruktur jalan.
“Pembangunan jalan dibiayai oleh APBN dan APBD, yang sumbernya dari uang rakyat. Karena itu, tidak boleh ada diskriminasi dalam penggunaan jalan. Ada uang rakyat di semua ruas jalan di Indonesia,” kata Nasir.
Komisi III DPR RI juga mendorong Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Polda Sumut) untuk bertindak tegas
terhadap segala bentuk tindakan yang mengganggu ketertiban umum dan keamanan masyarakat.
“Komisi III mendesak Kapolda Sumut dan jajarannya menindak tegas warga yang mengganggu ketertiban umum dan keamanan,” tambahnya.
Terakhir, Nasir meminta Gubernur Bobby untuk tidak menerbitkan kebijakan yang justru membenturkan warga antardaerah. Jika ada pelanggaran hukum, penanganannya harus diserahkan kepada aparat penegak hukum, bukan dengan membuat aturan yang berpotensi menimbulkan konflik.
“Seorang gubernur harus melihat masalah secara jernih dan komprehensif, bukan parsial. Kalau ada yang salah dari aktivitas pengangkutan atau lainnya, maka ada pihak berwenang yang menindak. Bukan dengan kebijakan sepihak yang justru membenturkan masyarakat,” tutup Nasir.