Bersepeda 36 Hari dari Jakarta, Denni Sudiyono Pensiunan BUMN Tiba di Sabang Aceh dan Puji Kebaikan Polisi dan Warga


Banda Aceh - Seorang pria tua dengan semangat  mengayuh sepeda dari Jakarta ke Kilo Meter Nol Sabang Aceh, penuh inspiratif  mengayuh sepeda yg tiada henti selama 36 hari hingga tiba di Propinsi Aceh .


‎Dengan wajah lelah namun penuh semangat, pria itu turun dari sepedanya dan kemudian menyapa salah seorang jurnalis aceh .


‎Pria itu kemudian memperkenalkan diri. Namanya adalah Denni Sudiyono, berusia 67 tahun. Seorang pensiunan BUMN di Jasa Marga.


‎Pak Denni Sudiyono membagikan kisahnya yang penuh semangat di usia senja namun penuh inspiratif.


‎Denni berasal dari Gombong, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, dan saat ini menetap di Pasar Minggu, Jakarta.


‎Selama 45 menit bertemu, Denni Sudiyono menceritakan banyak hal tentang perjalanan itu.


‎Ia menempuh ribuan kilometer dan menghabiskan sebulan lebih dari Jakarta ke Aceh dengan menaiki sepeda.


‎Ia telah menginjakkan kakinya di ujung barat Indonesia, tepatnya di Kilometer Nol, Pulau Sabang pada Senin (18/8/2025).


‎“Perjalanan dari Jakarta ke Kilometer Nol di Sabang memakan waktu sekitar 36 hari. Kemarin (Senin) saya pertama kali sampai di Kilometer Nol Indonesia,” ungkapnya yang penuh semangat.


‎Selama 36 hari melakukan perjalanan, cerita Denni, ia memilih rute lintas barat Sumatera. Artinya, ia melewati Provinsi Lampung, Bengkulu, Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Aceh.


‎Dalam sehari, ia mampu mengayuh sepeda sejauh 100 kilometer, melewati pegunungan dan panas terik yang menyengat tubuhnya.


‎Denni mengaku tidak terlalu fokus pada perlengkapan mahal. Sepedanya bahkan merupakan hadiah, tasnya dari ember bekas, dan perlengkapan lainnya pun ia siapkan ala kadarnya.


‎Selama di perjalanan, ia banyak dibantu oleh pihak kepolisian. Diberikan tempat tidur untuk beristirahat di Polsek dan Pos Polisi, dan bahkan disediakan makanan.


‎“Ketika sudah sore hari, saya selalu mampir ke Polsek. Saya diterima baik dan diizinkan untuk beristirahat. Padahal saya cuma numpang istirahat, tapi tiba-tiba sudah disediakan nasi bungkus. Hampir semua seperti itu,” pujinya atas kebaikan anggota polisi.


‎Ketika memasuki Aceh, suasana Denni langsung berubah. Jalan yang dilalui sungguh mulus, pemandangan yang indah, dan orang-orangnya yang ramah.


‎Saat melintasi wilayah Kecamatan Sultan Daulat, Subulussalam, ada yang mencuri perhatiannya. Ia pun langsung menghentikan sepedanya.


‎Saat itu sedang ada acara hajatan pernikahan. Rasa penasaran Denni untuk melihat prosesi dan pengantin memakai baju Aceh.


‎Ia kemudian meminta izin untuk berfoto dengan pengantin yang sedang menggelar hajatan tersebut.


‎Namun saat ia akan melanjutkan perjalanan, langkahnya kemudian di setop oleh yang menggelar hajatan.


‎“Pak.. pak.. makan dulu sini,” ujar Denni yang menirukan perkataan pemilik hajatan tersebut. Dalam perjalanannya, ia merasa selalu dipertemukan dengan orang baik.


‎Meski menghadapi tantangan teknis seperti rantai sepeda putus dan ban bocor, ia tetap melanjutkan perjalanan dengan semangat.


‎Denni menegaskan bahwa jalur yang dilalui aman, terutama di Aceh, dengan jalan yang mulus dan masyarakat yang sangat ramah serta terbuka.


‎Meski usianya tak lagi muda, semangatnya mengayuh sepeda ribuan kilometer tidak surut sedikit pun.


‎Ia menuturkan bahwa setiap kilometer yang dilalui adalah untuk merayakan hidup.

‎“Ini nazar saya. Gowes solo untuk merayakan hidup,” ujarnya.

‎Kisah perjalanan panjangnya diharapkan menjadi inspirasi bagi banyak orang bahwa keterbatasan usia bukanlah halangan untuk berkarya dan memberi teladan.


‎Denni memang bukan atlet atau pesepeda profesional. Ia menyebut dirinya hanya seorang amatir yang sudah menyukai sepeda sejak muda.


‎Kecintaannya pada sepeda tetap terjaga bahkan saat bekerja sebagai pegawai di Jasa Marga.


Post a Comment